Rukun Jual Beli dalam Islam, Pahami Agar Transaksi Sah

Rukun Jual Beli dalam Islam, Pahami Agar Transaksi Sah
Rukun Jual Beli Dalam Islam

WARTASULUH.COM-Transaksi jual beli harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dianggap sah. Salah satu syarat penting itu adalah adanya rukun.

Tanpa rukun, jual beli tersebut dianggap tidak sah secara hukum. Dalam buku "Fiqih Jual-Beli" karya Ahmad Sarwat, Lc., MA, para ulama sepakat bahwa terdapat minimal tiga elemen yang menjadi rukun dalam sebuah transaksi jual beli.

1. Penjual dan Pembeli

Menurut kesepakatan para ulama, syarat utama dalam transaksi jual beli adalah kehadiran penjual dan pembeli yang memenuhi syarat ahliyah (kualifikasi) dan berakal. Kehadiran akal menjadi hal yang sangat penting dalam hal ini.

Apabila salah satu dari mereka, baik penjual maupun pembeli, dianggap tidak berakal atau tidak sehat secara mental, maka transaksi jual beli yang terjadi dianggap tidak sah menurut hukum syariah. Selain memiliki akal yang sehat, syarat lain yang penting adalah baligh (sudah dewasa).

Namun berbeda dengan anak yatim. Jika ia memiliki harta yang berasal dari orang tuanya dan memerlukan pemeliharaan hukum, transaksi jual beli yang dilakukan oleh anak kecil dapat dianggap sah dengan seizin atau sepengetahuan walinya. Jika seorang anak kecil hanya ditugaskan untuk berjual beli oleh orang tuanya, para ulama juga mengizinkannya.

Selain itu, tidak ada ketentuan bahwa transaksi jual beli harus melibatkan pihak yang beragama Islam. Dengan kata lain, seorang Muslim diperbolehkan untuk melakukan transaksi jual beli dan urusan muamalah dengan individu non-Muslim.

Contoh nyata adalah ketika Nabi Muhammad SAW menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi. Dalam riwayat Aisyah ra, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dan pembayarannya ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Barang atau Jasa

Rukun jual beli yang kedua adalah barang atau jasa yang diperdagangkan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk membuat akad tersebut sah. Untuk menjadikan transaksi jual beli sah menurut syariah, barang atau jasa yang diperjualbelikan haruslah halal, memiliki manfaat, dan kondisinya harus diketahui.

Terdapat banyak dalil yang mengisyaratkan haramnya jual beli barang-barang yang diharamkan oleh agama. Salah satu contohnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, daging babi, dan berhala." (HR. Muttafaq Alaih).

3. Ijab Qabul

Rukun jual beli yang ketiga adalah ijab qabul. Ijab qabul terjadi ketika penjual menyatakan niatnya untuk menjual barang kepada pembeli, seperti contoh di mana seorang penjual mengatakan kepada pembeli, "Saya ingin menjual buku ini kepada Anda dengan harga Rp 10 ribu secara tunai." Pembeli kemudian menjawab dengan qabul, "Saya menerima untuk membeli buku ini dengan harga tersebut secara tunai."

Untuk ijab dan qabul dianggap sah, para ulama sepakat bahwa keduanya harus sejalan dan tidak boleh ada perbedaan pendapat. Baik mengenai barang yang dijual, harga, maupun syarat pembayaran tunai.

Ustazah Mamah Dedeh dalam tausiyahnya menyebut, tujuan dari ijab qabul adalah untuk memastikan bahwa barang yang kita beli sesuai dengan keinginan pembeli dan penjual. Tidak boleh merugikan satu sama lain.

"Ijab kabul itu buat apa? Ijab kabul itu buat memastikan yang saya beli saya suka dengan uang sekian, itu adanya ijab kabul. Yang namanya penjual haram hukumnya merugikan orang lain," ungkapnya dalam tayangan Assalamualaikum Mamah Dedeh di Trans 7 (11/10/2023).