3,3 Juta Hektare Hutan Negara dari Perkebunan Ilegal Berhasil Dikuasai Satgas PKH

Seluas 3.312.022,75 hektare (ha) kawasan hutan negara yang selama ini dimanfaatkan secara ilegal, berhasil dikuasai kembali oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang diketuai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.

3,3 Juta Hektare Hutan Negara dari Perkebunan Ilegal Berhasil Dikuasai Satgas PKH
Seluas 3.312.022,75 hektare (ha) kawasan hutan negara yang selama ini dimanfaatkan secara ilegal, berhasil dikuasai kembali oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang diketuai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. FOTO: Satgas PKH

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Seluas 3.312.022,75 hektare (ha) kawasan hutan negara yang selama ini dimanfaatkan secara ilegal, berhasil dikuasai kembali oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang diketuai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.

Dari jumlah tersebut, 915.206,46 ha sudah diserahkan kepada kementerian terkait. 

Rinciannya, 833.413,46 ha dialokasikan kepada PT Agrinas untuk pengelolaan produktif, sedangkan 81.793,00 ha dikembalikan sebagai kawasan konservasi di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Adapun sisanya, 2.398.816,29 ha, masih dalam proses administrasi untuk segera diserahkan kepada kementerian terkait.

Tak hanya perkebunan kelapa sawit ilegal, Satgas PKH kini menargetkan penertiban usaha pertambangan dalam kawasan hutan tanpa izin (IPPKH). 

Berdasarkan data awal, luas kawasan hutan yang akan dikuasai kembali akibat aktivitas tambang ilegal ini mencapai 4.265.376,32 ha.

“Hasil penguasaan kembali tersebut akan diserahkan sementara melalui Kementerian BUMN kepada Mining Industry Indonesia (MIND ID) untuk dikelola, sehingga dapat memberikan manfaat langsung bagi negara dan masyarakat,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, Sabtu (13/9/2025).

Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah menegaskan, pendekatan penertiban kawasan hutan tidak hanya berorientasi pada pidana, melainkan mengutamakan penguasaan kembali kawasan hutan oleh negara.

Menurut dia, para pelaku diwajibkan mengembalikan seluruh keuntungan yang diperoleh secara tidak sah kepada negara. 

“Apabila ada pihak yang tidak kooperatif atau mencoba menghambat implementasi kebijakan ini, penyelesaian dapat ditingkatkan ke ranah penegakan hukum pidana, baik berdasarkan hukum administrasi, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, maupun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tegas dia.

Langkah tegas ini diharapkan mendapat respons positif dari para pelaku usaha. 

Keberhasilan implementasi akan memperkuat posisi negara dalam mengelola sumber daya alam demi kepentingan rakyat. Sebaliknya, kegagalan akan berimplikasi pada penindakan hukum yang lebih keras.

Dengan dukungan lintas lembaga, langkah penertiban kawasan hutan ini menandai komitmen negara untuk mengembalikan hak rakyat atas sumber daya alam, sekaligus menjadi pesan kuat bahwa pengelolaan hutan tidak boleh lagi dimonopoli secara ilegal. (kha)