Opini

Independen, Posisi Wartawan di Tahun Politik Sesuai Kode Etik Jurnalistik

Independen, Posisi Wartawan di Tahun Politik Sesuai Kode Etik Jurnalistik
Sri Lestari

Oleh: Sri Lestari
Wartawan Wartasuluh.com

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 akan digelar tujuh bulan lagi. Pelaksanaan Pemilu 2024 telah diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan jadwal dan tahapan Pemilu 2024 diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024.

Berdasarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2022, tahapan pemungutan suara Pemilu 2024 akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 mendatang. Kemudian dilanjutkan pada 15 Februari 2024 untuk penghitungan suara Pemilu 2024.

Di tahun politik ini, wartawan dihadapkan pada tugas penting untuk memberikan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang kepada publik dalam konteks peristiwa politik yang berlangsung, sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dalam menjalankan tugas, wartawan harus mengacu pada prinsip-prinsip moral dan standar profesionalisme dalam melaporkan berita.

Dewan Pers, sebagai lembaga yang mengatur dunia jurnalistik di Indonesia sudah mengingatkan pentingnya jurnalis dan media untuk menjaga independensi menyongsong pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024. Hal ini dimaksudkan agar pers bisa bersikap netral dan tidak hanya menyuarakan aspirasi kelompok tertentu saja.

Independensi menilik makna di Kamus Bahasa Indonesia WJS Purwodarminto adalah ketikdaktergantungan. Artinya kalau kata independen dirangkai dengan media (baca pers), maka secara substantif dapat diartikan netralitas pers menghadapi tarik menarik di tahun politik.

Sesuai dengan Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran kata berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain. Demikian juga kalimat ‘memberitakan secara berimbang’ di Pasal 3, bermakna memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. 

Bahkan secara tegas, Dewan Pers juga meminta wartawan yang terlibat dalam politik praktis, termasuk dalam Pemilu 2024, harus berhenti sementara dari profesinya sebagai jurnalis, nonaktif dulu dari aktivitasnya di dunia jurnalistik. Wartawan juga tidak boleh menjadi bagian tim sukses dari kekuatan politik atau tokoh yang maju dalam Pemilu, Pilpres, maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Semestinya, wartawan berperan menjadi wasit dalam kontestasi politik. Pasalnya, wartawan bekerja untuk kepentingan publik. Begitu menjadi calon legislatif (caleg), maupun tim sukses, maka secara otomatis wartawan itu bukan lagi bekerja untuk kepentingan publik dan tentu saja hal ini bertolak belakang dengan ideologi dan visi seorang wartawan.

Kode Etik Jurnalistik menuntut wartawan untuk menjadi transparan dan akuntabel dalam melaporkan berita politik. Wartawan harus memberikan informasi yang jelas mengenai sumber informasi, metode pelaporan, dan kepentingan yang mungkin mempengaruhi laporan mereka.

Dalam konteks tahun politik, di mana ada kepentingan politik yang kuat, transparansi menjadi kunci untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap wartawan. Wartawan juga harus siap menerima kritik dan bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan.

Apalagi di tengah gencarnya penyebaran berita palsu dan informasi yang tidak terverifikasi, wartawan memiliki tanggung jawab besar untuk menyajikan kebenaran dan akurasi kepada publik. Kode Etik Jurnalistik menekankan pentingnya riset yang mendalam, verifikasi yang teliti, dan cross-checking sebelum mempublikasikan informasi politik. Wartawan harus berupaya membedakan antara fakta, pendapat, dan spekulasi. Dalam tahun politik yang penuh dengan retorika politik, wartawan harus berperan sebagai penjaga kebenaran dan menyajikan fakta yang akurat.

Oleh karena itu, sikap wartawan dan media agar menjaga independensi dan netralitas dalam pemberitaan di tahun politik ini menjadi sebuah hal yang mutlak harus dilaksanakan. Jangan sampai polarisasi yang terjadi pada Pemilu tahun 2019 lalu terulang kembali. (*)