Memerintahkan Bawaslu Provinsi Ambil Alih Wewenang Bawaslu Kabupaten/kota, Bawaslu RI Patut Diadili

Memerintahkan Bawaslu Provinsi Ambil Alih Wewenang Bawaslu Kabupaten/kota, Bawaslu RI Patut Diadili
Saparuddin

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Perintah Bawaslu RI agar Bawaslu Provinsi mengambil alih wewenang Bawaslu kabupaten/kota menuai kritikan Koordinator Nasional Perhimpunan Pemilih Indonesia (Kornas PPI). Tindakan Bawaslu RI itu dinilai tidak sah dan komisioner Bawaslu RI patut diadili.

Dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan, Jumat (18/8/2023), Koordinator Kornas PPI, Saparuddin menyoroti sikap Bawaslu RI yang sengaja menunda pengumuman dan pelantikan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. Setelah penundaan itu, melalui surat Ketua Bawaslu RI bernomor 565/KP.05/K1/08/2023 yang terbit tanggal 15 Agustus 2023,  Bawaslu RI memerintahkan Bawaslu Provinsi di seluruh Indonesia untuk sementara waktu mengambil alih tugas pengawasan yang mestinya dilakukan Bawaslu kabupaten/kota.

"Bawaslu RI membuat kebijakan yang keliru dan sangat vatal, karena tanpa dasar hukum yang kuat dan alasan yang logis, dengan serta-merta Bawaslu RI mengeluarkan surat perintah untuk mengambil alih tugas pengawasan dua tingkat di bawah struktur Bawaslu RI.  Anehnya, dalam surat bernomor 19/HMS/SP/VIII/2023 tertanggal 16 Agustus 2013, Bawaslu RI menjelaskan, saat ini, proses pembentukan Bawaslu Kabupaten/Kota masih berjalan," ungkap Saparuddin.

Dalam surat yang sama, Bawaslu RI juga menjelaskan , berdasarkan ketentuan Pasal 556 ayat (3) UU Pemilu, mengatur bahwa, “Apabila terjadi hal yang mengakibatkan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu kabupaten/kota tidak dapat melaksanakan tugasnya, Bawaslu atau Bawaslu Provinsi melaksanakan tahapan pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk sementara waktu sampai dengan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota dapat menjalankan tugasnya kembali.”

"Tidak sah apabila Bawaslu Provinsi mengambil alih untuk sementara waktu tugas pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang mestinya dilakukan oleh Bawaslu kabupaten/kota.  Penerapan Pasal 556 ayat (3) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak tepat dijadikan dasar hukum oleh Bawaslu RI untuk mengambil alih tugas pengawasan di tingkat kabupaten/kota dan diserahkan kepada Bawaslu Provinsi, karena hal yang terjadi yang mengakibatkan  Bawaslu Kabupaten/Kota tidak dapat melaksanakan tugasnya memang karena masa tugas komisionernya sudah berakhir sejak tanggal 15 Agustus 2023,” ujar Tenaga Ahli Bawaslu RI periode 2012-2017 ini.          

Karena itu, kata Saparuddin, perintah Bawaslu RI  untuk mengambil alih tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota untuk sementara waktu  dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi adalah tidak sah. Perintah atau keputusan itu harus dicabut oleh Bawaslu RI dan dinyatakan batal demi hukum.  

“Pertimbangan hukum yang digunakan Bawaslu RI juga  tidak tepat. Dalam suratnya, Bawaslu merujuk pada ketentuan Pasal 99 huruf (e) UU Pemilu yang mengatur, “Bawaslu Provinsi berwenang : mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota setelah mendapatkan pertimbangan Bawaslu apabila Bawaslu Kabupaten/Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Menurut Saparuddin, dalam kasus terjadinya kekosongan masa jabatan Bawaslu Kabupaten/Kota sejak 15 Agustus 2023 hingga beberapa hari ke depan, maka ketentuan Pasal 99 huruf (e) UU Pemilu tidak bisa digunakan sebagai rujukan atau pertimbangan hukum oleh Bawaslu RI untuk memperkuat dalilnya bahwa Bawaslu Provinsi berwenang  mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota, karena syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan tersebut tidak terpenuhi. 

Dalam hal ini, kata Saparuddin,  frasa “apabila Bawaslu Kabupaten/Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” itu berarti bahwa anggota Bawaslu Kabupaten/Kota masih menjabat tetapi berhalangan sementara akibat dikenai sanksi, misalnya dipidana karena terbukti melakukan pelanggaran pidana. “Faktanya, jabatan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sudah lowong sejak 15 Agustus 2023, karena masa tugas periode 2018-2023 sudah berakhir, dan untuk periode 2023-2028 belum dilantik.”      

Saparuddin menilai komisioner Bawaslu RI sudah melakukan pelanggaran berat, termasuk pelanggaran kode etik. “Komisioner Bawaslu RI sangat patut dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk selanjutnya diadili dalam persidangan penegakan etika penyelenggara Pemilu. Jika dalam persidangan tersebut, DKPP menemukan bukti-bukti yang kuat terkait pelanggarannya, DKPP juga harus berani menjatuhkan sanksi dengan putusan maksimal dan seadil-adilnya,” ujarnya. 

Seperti diketahui, setelah 514 Bawaslu Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia mengalami kekosongan jabatan, karena masa tugas komisionernya berakhir sejak Selasa 15 Agustus 2023, Bawaslu RI masih menunda pengumuman dan pelantikan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota terpilih periode 2023-2028. Akibatnya, sejak saat itu hingga beberapa hari ke depan – terjadi kekosongan dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 di tingkat kabupaten/kota. (rls)