Diskusi Ilmiah di Bandar Bakau Tuk Wis, Peran Kolaboratif Menjaga Kelestarian Urban Mangrove Kota Dumai

Diskusi Ilmiah di Bandar Bakau Tuk Wis, Peran Kolaboratif Menjaga Kelestarian Urban Mangrove Kota Dumai
Diskusi tentang hutan mangrove

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Urban Mangrove Kota Dumai, adalah satu satunya kawasan yang menunjukkan kelestarian nan  esotik di tengah kota.  Inilah yang hendaknya diketahui oleh warga kota Dumai, dan para pencinta lingkungan melalui event workshop dan  diskusi, baru-baru ini.

Dalam diskusi di Hutan Mangrove Dinas Pariwisata, dan anggota DPRD Riau Eddy A Mohd Yatim SSos MSi menghadirkan Prof  Yusmar Yusuf pengkaji sosial dan Dr Meyzi Heryanto SIP MSi, dengan mengangkat tema " Mangrove Perkotaan-Urban Mangrove, dalam siasat kreatifitas dan alert system Kebencanaan, Keserempakan kesadaran kosmik tentang Ruang ruang kreatif.

Prof Yusmar Yusuf yang hadir memberikan materi di penghujung seluruh narasumber, namun siapa sangka, paparan yang dibawakan oleh Dosen Sosiologi Universitas Riau ini begitu menyentak sejumlah peserta, di Bandar Bakau Tuk Wis.


  "Sebagai orang yang mencintai lingkungan, harusnya kita menghargai keberadaan Urban mangrove ini. Sebuah kemolekkan alam, yang berada di tengah kota, dan masih terjaga. Tetapi mengapa kemudian, kita memandangnya dengan cara pandang yang salah. Kita meletakkannya pada posisi, rekreasi pasar malam layaknya taman hiburan. Bising, polusi suara, dan berbagai sampah justru menimbunnya begitu pesta selesai. Berapa banyak fauna seperti burung, bahkan makluk kecil lainnya, harus migrasi, karena keegoaan kita. Tempat yang menampilkan situs alam secara natural, justru kita perlakukan secara arogan," ucap Prof Yusmar memaparkan logika kepada sejumlah peserta Diskusi, Worshop Festifal E Craf.


Prof Yusmar juga menuturkan, sebagai seorang provokator, dirinya ingin memperbaiki cara berfikir pengelola, pengunjung Bandar Bakau, dan sejumlah kalangan milenial kota Dumai, yang harus bangga, dan memandang tinggi situs alam ini.


  "Anda harusnya memperlakukan bandar bakau ini, sebagai sebuah taman yang berstrata tinggi, dia tempat Healing, tempat kita belajar akan kearifan alam. Tidak menimpanya dengan semen, ataupun membuat kayu kayan, yang hanya akan mengurangi kemolekkan Urban Mangrove. Tempatkan dia sebagai lokasi wisata yang tematik, lokasi wisata yang menjadi tempat orang menggali informasi tentang keanekaragaman hayati. Apa saja jenis pohan yang ada didalamnya, beri penamaannya secara umum atau latin, jadi nampak bahwa aktifitas yang berjalan di dalam Mangrove ini, program dengan nilai tinggi," kata Yusmar, yang berkali-kali menyinggung nilai Hindu dan Budha, karena menghargai alam.


Yusmar juga menegaskan, bahwa harusnya disaat kita masuk ke lokasi Bandar Bakau ini, disaat itulah kita melepaskan diri agar dipeluk alam. Memperlakukan alam, seperti natural mungkin, melakukan aktifitas hiling, aktifitas menghargai alam, menilmati apa yang saat ini masih terjaga.


  "Kita jangan lari dari spirit awal, yakni menjaganya, dan menghargainya. Saya, dan kami-kami yang berbicara di depan ini, singkat umur, dan akan mati. Maka anda-andalah pemuda kota Dumai, milenial yang hadir ini, merawatnya dalam khasanah yang tinggi, Urban Mangrove sebuah daya tarik kota Dumai, penuh dengan gagasan pengembangan ilmu pengetahuan,” ungkap Yusmar Yusuf yang dikenal sebagai penstudi ilmu sosiologi Antropoligi.

Disisi lain, Dr Meyzi Haryanto menuturkan bahwa dalam teori kolaboratif, mengajarkan kita bagaimana kemudian kelestarian hutan harus melibatkan seluruh unsur, baik itu Pemerintah daerah, kalangan swasta, masyarakat bahkan juga akademisi.


  "Apa sebenarnya yang diajarkan oleh teori ini, bahwa ketika, ada potensi yang tidak bisa teroptimalkan oleh satu unsur. Maka diperlukan peran dan hadirnya unsur lain. ketika pengelola Bandar bakau sulit untuk memberdayakan potensi. Dorongan kebijakkan pemerintah, kebijakkan melindungi Bakau. Begitu juga peran akademisi, bagaimana sebenarnya merawat Bakau dalam kacamata keilmuan, bahkan mendistribusikan peran pemberdayaan. Mengkonversikan peran pemberdayaan menjadi peran ekonomi, akan tetapi tidak menggerus satu sama lain, melainkan saling berkolaborasi,” tutur Dr Meizi Heryanto.


Kawasan Hutan Mangrove Dumai memiliki luas sekitar 31 hektar, mencakup muara atau Kuala Sungai Dumai. Di dalam kawasan Hutang Mangrove Dumai, terdapat sedikitnya 24 jenis spesias bakau yang dilindungi. Salah satu bakau istimewa yang ada di daerah ini adalah bakau belukap (Rhizophora mucronata) yang mulai mengalami kepunahan di daerah tersebut.

Diakhir diskusi, Prof Yusmar mendorong agar kedepan digelar kegiatan-kegiatan yang sangat menjaga kelestarian Urban Mangrove Kota Dumai. Meskipun digelar beberapa event yang spiritnya adalah untuk mengenalkan dan mempopulerkan keberadaan Hutan Bakau, namun tidak sampai merusak kelestariannya.


“Silahkan kita gelar aktifitas yang serupa, akan tetapi, aktifitas yang sifatnya lebih cerdas, tidak merusak kelestarian, dan tidak membuat fauna yang ada di dalamnya stres dan mingrasi. Ini adalah Mangrove Perkotaan-Urban Mangrove, Ruang ruang kreatif, yang juga hendaknya diisi oleh program kreatif juga,” tegasProf Yusmar. (Rls)