ADVERTORIAL DPRD PROVINSI RIAU
Hadiri Temu Gagas Masyarakat Adat Melayu Riau 2023, Karmila Sari Soal Kawal Aspirasi Masyarakat

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Wakil Ketua Komisi V DPRD Riau, Dr Hj Karmila Sari MM, menghadiri Temu Gagas Masyarakat Adat Melayu Riau 2023 di Balairung Tennas Efendy LAMR, Selasa (14/11/2023).
Dalam sambutannya pada temu gagas yang dilaksanakan usai terselenggaranya Musyawarah Kerja (Musker) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) yang digelar Senin (13/11/2023), Karmila mengatakan, lahan di Riau, kini banyak berderai.
Untuk itu, katanya, melalui pertemuan ini diharapkan permasalahan-permasalahan terkait lahan bisa terselesaikan dengan baik.
"Kami sebagai wakil rakyat akan selalu mengawal aspirasi masyarakat," tegas Karmila.
Dari Temu Gagas Masyarakat Adat Melayu Riau 2023 yang digelar sejak Minggu (12/11/2023) di Balairung Tennas Efendy LAMR ini, komunitas masyarakat Hukum Adat bersama LAMR mengeluarkan lima pernyataan sikap.
Pertama, mendesak Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional untuk memberikan sanksi pencabutan, dan/atau tidak memperpanjang HGU dan/atau izin bagi perusahaan yang tidak melaksanakan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% dari jumlah HGU dan Izin pengelolaan, sebagaiman diatur dalam Pasal 57 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, dan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar.
Kedua, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup untuk memberikan hak kepada Masyarakat Hukum Adat sebanyak 30% total dari 1.2 juta kawasan hutan yang digunakan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan pada progam pengampunan dan atau keterlanjuran. Meminta kepada pemerintah untuk membentuk desa adat, dan kepada pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Riau segera membentuk Peraturan Daerah tentang desa adat serta membentuk tim verifikasi dan identifikasi Masyarakat Hukum Adat di setiap daerah masing-masing.
Ketiga, mendesak Pemerintah untuk melakukan pengukuran ulang jumlah luasan HGU dan HTI yang dikelola oleh perusahaan dan membuka informasi data masa berlaku HGU perkebunan kelapa sawit dan HTI di provinsi Riau pada publik.
Keempat, meminta Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung untuk mengutamakan pendekatan restoratif justice dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam kehidupan Masyarakat Hukum Adat Riau, sebagai jaminan penentuan hidup sesuai adat istiadat sendiri, berdasarkan kearifan lokal Masyarakat hukum adat.
Kelima, mendesak Pemerintah untuk segera mengesahkan rancangan undang-undang tentang Masyarakat Hukum Adat menjadi undang-undang tentang Masyarakat Hukum Adat.
Turut hadir dalam kesempatan itu, Asisten I Setdaprov Riau H Masrul Kasmy, anggota DPRD Riau Dr Hj Karmila Sari, Ketua MKA LAMR Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf, Ketua DPH LAMR Datuk Seri H Taufik Ikram Jamil, Pengurus LAMR Provinsi Riau dan pengurus LAMR Kabupaten/Kita se-Provinsi Riau.
Ketua DPH LAMR Provinsi Riau Datuk Seri H Taufik Ikram Jamil dalam elu-eluannya menyebutkan, kegiatan ini suatu bentuk kerinduan pengurus LAMR Provinsi Riau dengan LAMR Kabupaten/Kota dan masyarakat adat yang ada di provinsi Riau untuk bersilaturahmi dan bertukar pikiran terkait kehidupan masyarakat adat Riau.
"LAMR sebagai perpanjangan tangan pemerintah provinsi Riau sudah seharusnya membina jalinan komunikasi dengan masyarakat ada yang ada di provinsi Riau. Lewat pertemuan ini nantinya bisa mendapatkan solusi dari permasalahan adat yang terjadi di Riau," ucap Taufik Ikram.
Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat LAMR Provinsi Riau, Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf dalam elu-eluannya mengatakan, LAMR sudah melakukan evaluasi terkait program-program kerja.
"LAMR dalam kerjanya tidak sebatas seremonial belaka, akan tetapi juga menyelesaikan aduan masyarakat adat. Seperti sengketa lahan yang selalu muncul setiap tahun," ucap Datuk Seri Marjohan.
Sementara itu, Asisten I Setdaprov Riau H Masrul Kasmy mengatakan, pemerintah provinsi Riau sudah membentuk tim tentang perselisihan Tanah adat. Karena di Riau soal konflik pertanahan terbilang paling tinggi di Indonesia.
"Yang berperkara selalu perusahaan dengan masyarakat. Dan setiap perselisihan yang muncul, selalu masyarakat yang kalah. Ada lebih dari 80 kasus terkait konflik lahan di Riau. Jelas ini menjadi tugas berat pemerintah dalam mengatasi persoalan konflik lahan ini," ucap Masrul.
Salah satu kasus besar pertanahan yang hingga kini belum terselesaikan adalah konflik lahan di Kerinci Kanan, Kabupaten Bengkalis. Dimana PT Meridan Sejati Surya Plantation (MSSP) dengan masyarakat setempat saling klaim kepemilikan lahan.
"Terkait banyaknya masalah pertikaian lahan ini, Pemerintah Provinsi Riau sudah membentuk Tim Terpadu Percepatan Penyelesaian Konflik Tanah Adat/Ulayat di Provinsi Riau. Bahkan kita sudah mengadakan rapat tindak lanjut permasalahan pertanahan di Provinsi Riau beberapa waktu lalu," ucap Masrul. (ADV)