Bencana Paylater! Beli Kini, Bayar Nanti, Hancur Kemudian

Bencana Paylater! Beli Kini, Bayar Nanti, Hancur Kemudian
Ilustrasi Paylater

WARTASULUH.COM- Generasi muda Indonesia gemar membayar menggunakan skema Buy Now, Pay Later (BNPL) alias paylater. Akan tetapi, kemudahan pembayaran dengan cicilan tanpa kartu kredit tersebut bisa menimbulkan efek negatif.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku peminat skema paylater lebih banyak dibandingkan skema kredit perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan, pengguna paylater mengalami pertumbuhan sebanyak 18,18 juta kontrak atau sebesar 33,25% secara tahunan (year on year) menjadi 72,88 juta kontrak per Mei 2023.

"Berdasarkan Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan, jumlah kontrak PP BNPL mengalami pertumbuhan sebanyak 18,18 juta kontrak atau sebesar 33,25 persen yoy dari 54,70 juta kontrak per Mei 2022 menjadi 72,88 juta kontrak per Mei 2023," ungkapnya dikutip 5 Juli 2023.

Menurutnya, salah satu penyebab pengguna paylater meningkat tajam adalah proses persetujuan pembiayaan yang mudah dan cepat serta promo-promo yang menarik.

"PP BNPL menawarkan berbagai jenis promo kepada para calon debiturnya antara lain program diskon, cashback, program cicilan 0 persen dan sebagainya," pungkasnya.

Ditolak Kerja hingga Sulit KPR

Dalam sebuah kiriman di media sosial X (dulu Twitter), seorang pengguna menulis soal sejumlah anak muda yang gagal melamar di kantor tempat dia bekerja lantaran tercatat memiliki kredit macet.

"Gilaaa, 5 orang freshgrad daftar di kantor tmptku kerja, kelimanya gak ada yang lolos karena BI Checking Kol 5, uwaww," tulis pengguna X dengan username @kawtuz, Senin (21/8/2023).

Asal tahu saja, ada 5 jenis kolektibilitas (Kol) Kredit Perbankan, yakni Kol. 1 (lancar), Kol. 2 (dalam perhatian khusus), Kol. 3 (kurang lancar), Kol. 4 (diragukan), dan Kol 5. (macet).

Belum diketahui apakah kelima orang tersebut memiliki kredit macet di paylater atau lainnya.

Yang jelas, tunggakan BNPL alias utang paylater bisa menyulitkan peminjamnya.

Hal tersebut seperti yang dijelaskan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi pada Senin (21/8/2023).

Friderica menyebut, dampak nyata tunggakan BNPL yang berasal dari anak muda sudah terlihat,yakni membuat mereka sulit mendapatkan pinjaman-pinjaman untuk hal-hal yang lebih penting.

"Beberapa bank kemarin mengeluhkan tanda kutip ke kami ini, anak-anak muda banyak yang harusnya ngajuin KPR rumah pertama, tapitidak bisa karena ada utang di paylater," ujarnya kepada wartawan di Gedung Radius Prawiro, dikutip Senin (21/8/2023).

Perempuan yang akrab disapa Kiki itu membeberkan bahwa nilai pinjamannya ada yang sebesar Rp 300.000hingga Rp 400.000. Meskipun terbilang kecil, pinjaman-pinjaman yang kemudian menjadi tunggakan itu membuatcredit scoreseseorang menjadi buruk.

"Terus kemudian mereka kadang mau melunasi tunggakannya sudah tutup. Kadang-kadang jadi masih gantung, mau dihubungi susah dan lain-lain. Jadi itu mesti hati-hati, itu nyata di sekitar kita," pungkas Kiki.

Kiki menambahkan credit score buruk juga akan menyulitkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan dan beasiswa. Sejumlah lembaga beasiswa dan perusahaan memerhatikan riwayat kredit para calon karyawan dan pencari beasiswa.

"Itu bahayanya gitu, jadi ya masyarakat harus siap," kata Kiki.

Milenial dan Gen Z Punya Utang Tinggi

Generasi milenial dan sebagian generasi Z tercatat sebagai penyumbang terbesar kredit bermasalah atau (nonperforming loan/NPL) DPD30+ pay later per April 2023.

PT Pefindo Biro Kredit atau IdScore mencatat rasio NPLpay later telah mencapai9,7% atau di atas batas aman rasio NPL 5%. Secara nilai hingga bulan keempat tahun ini sebesar Rp3,28 triliun atau naik 72,6% yoy.

Berdasarkan umur, rentang usia 20-30 tahun menyumbang 47,78% terhadap NPL pay later. Kemudian diikuti usia 30-40 tahun (lebih dari 20%), 40-50 tahun, dan kurang dari sama dengan 20 tahun.

Sebaran NPL berdasarkan usia tersebut sejalan dengan pengguna NPL yang sebagian besar atau 50,11% berusia 20-30 tahun. Kemudian rentang usia kedua terbanyak atau 28,2% adalah 30-40 tahun, 40-50 tahun (11,7%), kurang dari sama dengan 20 tahun (6.86%). Selanjutnya usia 50-55 tahun dan lebih dari sama dengan 55 tahun, masing-masing, menyumbang 1,92% dan 1,54%.

Menurut Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu tren buruk NPL di produk pay later merupakan dampak dari kemudahan masyarakat mendapatkan pembiayaan dari layanan tersebut. "Rata-rata pengajuan BNPL cukup mudah karena tidak menggunakan scoring seperti layaknya kartu kredit," katanya.

Lazimnya penyedia pay later hanya meminta data-data seperti informasi KTP, nomor HP, dan alamat email. Kontras dengan kartu kredit yang biasanya juga mempertimbangkan pendapatan seseorang dan juga credit scoring yang telah terintegrasi dengan lembaga keuangan lainnya.

Menurut Yohanes, untuk mengantisipasi NPL yang tinggi, penyelenggara pay later perlu mengombinasikan penggunaan credit scoring dari data kredit atau non-kredit.

Adapun nilai transaksi pay later per April 2023 telah mencapai 85,2% dari total transaksi kartu kredit pada periode yang sama atau Rp 30,8 triliun. Akan tetapi pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit hanya 20,25% yoy, kalah jauh dibandingkan dengan pay later.

Soal Menjamurnya Paylater

Paylater atau layanan pembayaran nanti adalah sebuah konsep di mana seseorang dapat melakukan pembelian sekarang dan membayar di kemudian hari.

Sejatinya, paylater memiliki banyak manfaat bagi penggunanya, seperti kemudahan pembayaran, bermanfaat saat ada kebutuhan mendesak, tidak perlu kartu kredit, untuk belanja online, adanya promo dan diskon, dan sebagai alat manajemen keuangan.

Menurut riset Kredivo dan Katadata Insight Center/KIC (Juni 2023), FIS, perusahaan penyedia perangkat lunak teknologi keuangan yang berbasis di Amerika Serikat, dalam Global Payments Report 2022 mengungkapkan bahwa paylater telah menjadi salah satu dari lima metode pembayaran yang paling banyak dipilih oleh konsumen.

FIS juga melaporkan bahwa Paylater telah menyumbang sekitar 5% dari total transaksi e-commerce global pada tahun 2022, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 6% pada tahun 2026.

Menurut studi UOB, di Indonesia, penggunaan paylater sebagai metode pembayaran oleh konsumen merupakan yang terbesar di antara enam negara ASEAN lainnya, mencapai 42%.

Hal ini terjadi karena penetrasi kartu kredit di Indonesia masih rendah, dengan sekitar separuh dari populasi termasuk dalam kelompok unbanked yang memiliki akses terbatas terhadap produk keuangan.

Survei yang melibatkan 9.239 responden umum dan pengguna Kredivo menunjukkan bahwa 60% pengguna paylater mengungkapkan bahwa paylater adalah bentuk kredit pertama yang mereka peroleh, terutama di kalangan kelompok Status Ekonomi Sosial (SES) C.

Ini menandakan bahwa paylater membantu masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses ke produk keuangan untuk mengenal dan membangun keyakinan terhadap produk keuangan digital. Ini sejalan dengan upaya industri paylater dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan literasi keuangan dan pemberdayaan ekonomi.

Penggunaan metode pembayaran paylater semakin meningkat. Sekitar 45,9% konsumen menggunakan paylater saat berbelanja di platform e-commerce, meningkat dari 28,2% pada tahun sebelumnya.

Selain itu, frekuensi penggunaan paylater juga meningkat, dengan persentase konsumen yang menggunakan Paylater lebih dari sekali dalam sebulan meningkat dari 27% pada tahun 2022 menjadi 39,9% pada 2023. Pengguna paylater juga cenderung berbelanja lebih banyak dan memilih tenor pembayaran yang lebih lama, seperti cicilan 12 bulan.

Faktor utama dalam memilih platform paylater adalah keamanan dan fleksibilitas pembayaran cicilan.

Secara keseluruhan, konsumen merasa puas dengan penggunaan Paylater dan banyak dari mereka merekomendasikan layanan ini kepada orang terdekat, terbukti dari nilai Net Promoter Score (NPS) paylater pada 2023 yang mencapai 50.

Dengan perkembangan ini, paylater tidak hanya menjadi solusi pembayaran yang praktis, tetapi juga mendukung konsumen dalam mengelola keuangan mereka.

Kelebihan paylater dibandingkan dengan kartu kredit terletak pada proses pengajuan yang lebih sederhana, sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya.

Bahkan pada tahun ini, paylater telah menggeser transfer bank sebagai metode paling umum yang digunakan untuk berbelanja di platform e-commerce.

Menurut survei Kredivo-KIC, kategori barang yang paling banyak dibeli menggunakan paylater adalah fashion, perlengkapan rumah tangga, dan perawatan tubuh dan kecantikan.

Namun, penting untuk diingat, seperti dijelaskan di atas, meskipun paylater memiliki banyak manfaat, pengguna juga harus berhati-hati untuk tidak terjebak dalam utang yang tidak terkendali. Kebijaksanaan dalam penggunaan paylater dan pemahaman terhadap syarat dan ketentuan yang berlaku sangatlah penting. Jika tidak dikelola dengan bijak, penggunaan paylater dapat mengakibatkan akumulasi utang yang sulit diatasi.