Bandara Internasional Kualanamu Dijual ke Pihak Asing

Bandara Internasional Kualanamu  Dijual ke Pihak Asing

WARTASULUH.COM - Bandara Internasional Kualanamu disebut-sebut baru saja dijual ke pihak asing. Hal itu merupakan buntut dari upaya kemitraan pengembangan bandara yang menggandeng GMR Airports Consortium.

Dengan upaya kemitraan ini beberapa pihak menilai Angkasa Pura II selaku operator bandara ingin melepas saham alias menjual kepemilikannya pada bandara yang terletak di Sumatera Utara itu.

Bandara Kualanamu sendiri merupakan salah satu bandara internasional besar di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatera. Bandara ini sejak awal direncanakan untuk menjadi bandara pengganti untuk Bandara Polonia dan telah sukses melakukan perannya dalam waktu hampir 10 tahun, sejak mulai diresmikan operasinya 2014 lalu.

Lalu, seperti apa sebenarnya asal usul Bandara Kualanamu yang katanya dijual ke pihak asing ini?

Bandara Kualanamu dibangun untuk tujuan menggantikan Bandara Polonia yang usianya sudah lebih dari 85 tahun. Bandara Polonia saat itu dianggap sudah sangat tua, dan juga dianggap terlalu dekat dengan permukiman sehingga kapasitasnya tidak bisa berkembang.

Rencana pemindahan Bandara Polonia ini sebenarnya sudah muncul sejak 1992. Menteri Perhubungan saat itu, Azwar Anas meminta pemindahan bandara demi keselamatan penerbangan. Maka dari itu bandara akan dipindah ke luar kota Medan.

Akhirnya persiapan pembangunan terealisasi pada 1997. Namun krisis moneter yang dimulai pada tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda.

Waktu berlalu, kejadian naas pun terjadi di medio 2005 lalu di Bandara Polonia. Saat itu insiden kecelakaan pesawat Mandala Airlines terjadi dan menewaskan Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin.

Kejadian ini ternyata menyebabkan beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara tewas akibat letak Polonia yang terlalu dekat dengan permukiman. Seruan pemindahan bandara pun muncul kembali. Lalu, pada akhirnya per 5 September 2006 pembangunan Bandara Kualanamu pun dimulai.

Rencana pembangunan pun tak berjalan mulus, selama bertahun-tahun Bandara Kualanamu terhambat masalah pembebasan lahan. Pada 1 Juli 2006, baru 1.650 hektaree lahan yang telah tidak bermasalah, sementara lahan yang dihuni 71 kepala keluarga lainnya masih sedang dinegosiasikan. Baru pada 1 November 2006 Angkasa Pura II menyelesaikan seluruh pembebasan lahan.

Pembangunan pun berlanjut, hingga pada 1 November 2011 bandara ini telah 70% selesai dan direncanakan selesai 100% pada tahun akhir 2012. Sudah termasuk jalan raya non tol, jalur kereta api, dan jalan raya tol yang akan dibangun setelahnya.

Penyelesaian bandara molor dalam hitungan bulan, per awal tahun 2013 saja konstruksinya baru 95%. Kemudian, mulai 10 Januari 2013 bandara ini melakukan percobaan sistem navigasi dan teknis. Hingga akhirnya keseluruhan Bandara Kualanamu selesai dibangun dan mulai dibuka pada 25 Juli 2013.

Meski begitu, Bandara Kualanamu baru diresmikan pada 27 Maret 2014, bandara ini diresmikan operasionalnya oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan peresmian pembangunan beberapa bandara di Pulau Sumatra.

Bandara Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 777 & mempunyai 8 garbarata. Walaupun fasilitasnya belum terpasang, bandara ini sanggup didarati oleh pesawat penumpang Airbus A380, Antonov An-225, dan Boeing 747-8. Bandara ini juga adalah bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380 selain Surabaya, Jakarta, dan Batam.

Nah saat ini Bandara Kualanamu diterpa isu dijual ke pihak asing. Hal itu terjadi setelah AP II melakukan kerja sama kemitraan pengembangan bandara dengan GMR Airports Consortium asal India.

Angkasa Pura II menyatakan pihaknya dengan GMR Airports Consortium membentuk Joint Venture Company (JVCo) yakni PT Angkasa Pura Aviasi untuk mengelola dan mengembangkan Bandara Kualanamu. Pengembangan bakal dilakukan selama 25 tahun ke depan.

AP II sebagai pemegang saham mayoritas dengan menguasai 51% saham di PT Angkasa Pura Aviasi, sementara GMR Airports Consortium memegang 49% saham.

Langkah kemitraan ini dikomentari Eks sekretaris BUMN Muhammad Said Didu dan membuat polemik di dunia maya Dia mengatakan bahwa kerja sama ini sama dengan menjual atau menggadaikan saham.

"Itu sama dengan menjual atau menggadaikan saham sebanyak 49 %. Itu menunjukkan bhw kita sdh tdk mampu. Jelas ?" cuitnya di akun Twitter @msaid_didu.