Opini

Gubernur atau Wisatawan Politik?

Gubernur atau Wisatawan Politik?
Sayed Abubakar Assegaf

Oleh: Sayed Abubakar Assegaf

(Politisi mantan anggota DPR RI)

GUBERNUR Riau Abdul Wahid akhir-akhir ini tampak lebih sibuk melakukan perjalanan ke Jakarta daripada memikirkan kondisi Riau yang katanya sedang mengalami defisit anggaran. Dalam setiap lawatannya, beliau menemui menteri ini dan menteri itu, lalu pulang tanpa membawa kabar baik berupa dana, program, ataupun terobosan. Yang dibawa pulang hanya deretan foto dan video—lengkap dengan senyum, jabat tangan, dan caption penuh kebanggaan di media sosial.

Yang lebih menggelitik, cara beliau bertemu para menteri terlihat bukan seperti seorang kepala daerah yang sedang mengusahakan masa depan rakyatnya, tetapi lebih seperti rakyat biasa yang sedang bertemu sang idola. Antusias, kagum, bahkan sedikit norak. Jakarta jadi latar, menteri jadi properti, dan APBD jadi ongkos konten.

Saya jadi teringat diri saya sendiri. Rakyat biasa. Ketika pertama kali bertemu pejabat, saya pun bangga. Ingin berfoto, berharap di-like, dikomentari. Tapi saya tidak membawa kamera media, tidak dibiayai negara, dan tentu tidak memikul mandat untuk membawa pulang solusi.

Seorang gubernur sejatinya bukanlah turis politik. Ia adalah pemimpin yang harus membawa perubahan, bukan hanya konten. Ia adalah petarung di medan kebijakan, bukan selebgram di halaman kantor kementerian.

Pemimpin sejati bekerja dalam diam. Ia seperti petani yang menanam benih dalam senyap, tapi hasil panennya membuat rakyat tersenyum. Ia tahu bahwa strategi bukan untuk diumbar, karena strategi yang diumbar hanya jadi rebutan. Seperti pedang, jika terlalu sering dipamerkan, akan tumpul sebelum digunakan.

Sayangnya, yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Ketika perjalanan dinas lebih mirip excursion atau karya wisata, dan momen bertemu menteri hanya dijadikan ajang berswafoto, maka publik pun mulai bertanya: apakah kita punya pemimpin, atau hanya pelancong APBD yang sibuk memperkaya galeri pribadinya?

Lucunya, apa yang dilakukan Pak Gubernur hari-hari ini benar-benar mirip saya saat bertemu pejabat—senang, bangga, sibuk cari sudut foto terbaik. Bedanya, saya rakyat. Beliau gubernur. Tapi kenyataannya… ya, tingkahnya sama saja.

Riau tak butuh gubernur yang rajin berpose, tapi yang rajin berpikir. Tak perlu sering tampil, asal dampaknya terasa. Karena dalam kepemimpinan, bukan kehadiran di media sosial yang penting, tapi hasil nyata di meja rakyat.***