1,8 Juta Ha Kawasan Hutan Bermasalah, Komisi II DPRD Riau Desak Pemprov Tinjau Ulang RTRW

1,8 Juta Ha Kawasan Hutan Bermasalah, Komisi II DPRD Riau Desak Pemprov Tinjau Ulang RTRW
Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Androy Ade Rianda saat Konsultasi ke Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Kehutanan Direktorat Jenderal Pengamanan dan Penegakkan Hukum Kementerian Kehutanan RI beberapa waktu lalu. (Foto/facebook/androy) 

WARTASULUH.COM, PEKANBARU – Seluas 1,8 hektare (ha) kawasan hutan di Riau bermasalah. Tak tinggal diam, Komisi II DPRD Riau meminta Pemprov Riau meninjau kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau 2024-2044. 

Penegasan itu disampaikan Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Androy Ade Rianda, Sabtu (1/2/2025). Peninjauan sangat penting karena meningkatnya konflik agraria yang terjadi di berbagai kabupaten/kota di Riau, terutama yang melibatkan masyarakat petani dan perusahaan besar di sektor kehutanan serta perkebunan kelapa sawit.

Menurut Androy, konflik agraria yang terjadi tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga memperlihatkan kelemahan dalam pengelolaan tata ruang wilayah di Riau. "RTRW yang ada hari ini harus ditinjau kembali karena ada temuan penting yang perlu kita selidiki bersama, seperti 1,8 juta hektare kawasan hutan yang statusnya bermasalah," ujar Androy. 

Androy, yang akrab disapa Roy, menegaskan perlunya kerjasama antara DPRD Riau, khususnya Komisi II yang membidangi perkebunan dan kehutanan, dengan Pemerintah Provinsi Riau untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) RTRW.

"Pemerintah Provinsi Riau dan DPRD harus segera membentuk pansus RTRW. Kita harus gesa agar RTRW Provinsi Riau benar-benar jelas. Tumpang tindih kawasan dan persoalan agraria ini menjadi target utama yang harus diselesaikan," tambahnya.

Ia juga menyoroti masih adanya 125.000 hektare lahan yang masuk dalam kawasan hutan, namun di lapangan telah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman atau perkebunan.

"Informasi dari rapat dengan ATR/BPN Riau menunjukkan masih ada banyak lahan yang statusnya tidak jelas. Ini termasuk persoalan tapal batas antar kabupaten/kota di Riau yang belum tuntas," jelas Roy.

Seiring dengan meningkatnya konflik pertanahan antara perusahaan dan masyarakat, Androy menyebut bahwa pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) oleh perusahaan-perusahaan perkebunan juga menjadi sumber masalah yang belum terselesaikan.

"Persoalan ini perlu kita tinjau kembali karena menyangkut hak hidup masyarakat, terutama petani di daerah terpencil yang sering terlibat sengketa lahan dengan perusahaan besar," katanya.

Desakan ini juga sejalan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang baru saja ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025. Melalui Perpres ini, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menguasai kembali kawasan hutan yang dimanfaatkan tanpa izin untuk kegiatan perkebunan atau pertambangan.

"Satgas yang dibentuk di pusat perlu kita koordinasikan dengan pemerintah daerah. RTRW harus ditinjau kembali, terutama karena tapal batas antar kabupaten/kota di Provinsi Riau masih banyak yang belum jelas," tegas Roy.

Androy menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya penuntasan konflik agraria yang telah berlangsung lama. "Sebagai Sekretaris Komisi II DPRD Riau dari Fraksi Gerindra, saya mendorong agar RTRW ini segera kita benahi demi kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya. (Rik)