BKKBN Riau Saksikan Launching Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Capin

BKKBN Riau Saksikan Launching Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Capin
Peluncuran aplikasi Elsimil secara nasional juga disaksikan Kepala BKKBN Riau lewat aplikasi zoom. (Foto: lestari)

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Riau menyaksikan launching atau peluncuran Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan 3 bulan Pranikah, Jumat (11/3/2022) lewat aplikasi zoom. Program ini sebagai upaya pencegahan stunting di hulu kepada calon pengantin (Capin). 

Kegiatan yang diluncur secara nasional ini dipusatkan di Bantul, Yogyakarta secara hybrit. Dari Riau kegiatan ini disaksikan langsung oleh Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Dra Mardalena Wati Yulia MSi beserta unsur pejabat dan staf.

Sesungguhnya, program ini adalah hasil sinergitas dan kolaborasi BKKBN bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag).  Pencegahan stunting  dilakukan mulai dari hulu. Upaya tersebut dilakukan agar pencegahan stunting dapat ditindaklanjuti dan diimplementasikan hingga level akar rumput. 

Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholik Qoumas yang hadir langsung di kegiatan tersebut mengatakan bahwa pencegahan stunting bagi calon pengantin sebenarnya perintah agama, bukan hanya perintah negara.

“Pencegahan stunting itu perintah agama karena menyiapkan generasi terbaik itu risalah nubuwwah. Jadi karena perintah agama mari kita bersama sama memberi perhatian dengan penurunan stunting di Indonesia," kata Menag.

Menag juga mengatakan penanganan stunting jangan hanya menjadi tanggung jawab BKKBN dan Kementerian Agama, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama.  Hal ini penting dilakukan dengan cara-cara yang kolaboratif.

"Karena jika tidak dilakukan dengan kolaborasi yang baik, penurunan stunting akan mengalami hambatan yang tidak mudah,” tutur Yaqut Cholil.

Di tempat yang sama Kepala BKKBN pusat, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K) yang juga ahli bayi tabung mengatakan idealnya setiap calon pengantin, 3 bulan sebelum menikah wajib memeriksakan kesehatannya (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb). Hasil pemeriksaan diinput melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil).

“Setelah semua data diinput, jika ada kerepotan untuk mengisi, maka akan ada yang mendampingi seperti tim pendamping keluarga (TPK), bidan dan yang lainnya,” jelas  Hasto Wardoyo

Para calon pengantin tidak perlu khawatir karena hasil dari pemeriksaan kesehatan tidak  akan menjadi syarat boleh tidaknya menikah. Apalagi jika dalam waktu dekat sudah berencana untuk menikah.

“Hasilnya seperti apa, anemia atau tidak, itu tidak menjadi syarat (menikah). Jika ada yang nikahnya mendadak, tidak apa-apa karena program juga baru launching. Kita periksa, kalau hasilnya bagus ya nikah, kalau hasilnya tidak bagus ya nikah juga. Hanya saja yang hasilnya tidak bagus kita kasih pendampingan supaya anaknya sehat,“ tegas Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting ini.

Pemeriksaan kesehatan ini bisa dilakukan dimana saja. Harapannya, faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting pada Catin/Calon PUS bisa teridentifikasi lebih dini dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil.

Salah satu fokus dalam pendampingan adalah meningkatkan pemenuhan gizi Catin/Calon PUS untuk mencegah kekurangan energi kronis dan anemia sebagai salah satu risiko yang dapat melahirkan bayi stunting. 

Pendampingan ini akan dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari 3 unsur yaitu kader KB, PKK, dan Bidan/petugas kesehatan yang diberikan tugas untuk memberikan informasi, edukasi, dan konseling secara virtual atau tatap muka kepada calon pengantin yang akan melakukan pernikahan dalam waktu dekat.

Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Dra Mardalena Wati Yulia MSi mengaku optimis bisa mengimplementasikan program nasional ini dengan maksimal. Mengingat, di Riau sudah didukung SDM pendamping keluarga. 

Di Provinsi Riau dikatakan Mardalena ada 3.558 Tim Pendamping Keluarga, dengan jumlah personel 10.674 orang. Mereka tersebar di desa dan kelurahan di Riau.

 "Kami yakin mampu menurunkan sekaligus mencegah stunting di Riau.  Apalagi kita didukung oleh keberadaan Tim Pendamping Keluarga disamping tetap bersinergi dengan stakeholder lainnya baik pemerintah maupun swasta," tegas Mardalena.

Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 persen artinya 1 dari 4 anak di tanah air stunting dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen. 

Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya.  Stunting biasanya pendek (walau pendek belum tentu stunting),  dan gangguan kecerdasan. 

Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk, stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan. 

Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan otak, dan dapat menjadi pemicu  penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan sebagainya, juga penyakit yang berkaitan dengan jantung pada penderitanya di masa dewasa. 

Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepan. (Sri)