Kurang Dua Bulan Diluncurkan, 150 Ribu Bibit Sawit Unggul PTPN V Ludes Terjual

PTPN V mengembangkan Sawit Rakyat Online (SRO) lewat aplikasi berbasis Android

Kurang Dua Bulan Diluncurkan, 150 Ribu Bibit Sawit Unggul PTPN V Ludes Terjual
Chief Executive Officer PTPN V, Jatmiko K Santosa, meninjau salah satu lokasi pembibitan sawit unggul PTPN V. (Ist)

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Hingga medio April 2021, PT Perkebunan Nusantara V berhasil mencatat penjualan 150 ribu bibit sawit unggul bersertifikat melalui aplikasi berbasis Android “Sawit Rakyat Online" (SRO). 

Jumlah bibit sawit unggul tersebut ludes terjual hanya dalam waktu sebulan setengah, sejak aplikasi SRO besutan perusahaan perkebunan milik negara itu pertama kali diluncurkan akhir Februari 2021 kemarin. 

Chief Executive Officer PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V), Jatmiko K Santosa, dalam keterangan tertulisnya di Pekanbaru, Senin (19/4/2021), mengatakan bahwa respon masyarakat terhadap penjualan bibit sawit unggul melalui sentuhan teknologi informasi yang dikembangkan perusahaan perkebunan milik negara itu sangat baik.

“Kita bersyukur respon masyarakat begitu hangat. Hingga hari ini, tercatat 144.978 bibit sawit unggul tersertifikasi telah dilepas kepada masyarakat melalui aplikasi Sawit Rakyat Online,” kata Jatmiko. 

Sawit Rakyat Online (SRO), merupakan aplikasi berbasis Android yang dikembangkan oleh PTPN V. Aplikasi tersebut mulai dirancang sejak awal 2021 dan resmi diluncurkan ke masyarakat Februari lalu. Prinsip utama aplikasi tersebut adalah kemudahan dan keterbukaan. 

Alhasil, walau dalam hitungan bulan, namun aplikasi tersebut berhasil menyita perhatian para petani sawit Riau dan sekitarnya yang selama ini kesulitan mendapatkan bibit sawit bersertifikat. Angka penjualan itu pun meningkat drastis dibandingkan dengan penjualan secara manual pada 2020 lalu yang hanya tercatat sebanyak 8.457 bibit sawit. 

Saat ini, terdapat dua varietas bibit unggul bersertifikat siap jual, yakni PPKS 540 serta PPKS Simalungun. Bibit itu tersedia di lima sentra pembibitan PTPN V yakni Air Molek, Tandun, Sei Rokan, Lubuk Dalam, dan Tanah Putih.

Adison Napitupulu, salah seorang petani mengaku memilih membeli bibit sawit milik PTPN V usai mendengar perusahaan plat merah tersebut membuka kran penjualan bibit sawit unggul ke masyarakat via aplikasi.

“Kemudian saya mencoba mengunduh aplikasi itu, dan ternyata prosesnya sangat cepat. Hanya dalam dua hari, bibit sawit itu sudah saya terima. Bibitnya juga dalam kondisi prima,” kata petani asal Kabupaten Rokan Hilir tersebut. 

Senada dengan Adison, Slamet, petani sawit lainnya mengaku sangat terbantu dengan kebijakan PTPN V yang menjual bibit sawit unggul kepada masyarakat melalui aplikasi Android. Slamet yang saat ini tengah meremajakan kebun sawinya mengaku selalu dihantui rasa khawatir akan bibit palsu. 

“Saya dapat informasi dari teman bahwasannya PTPN V jual bibit sawit unggul melalui aplikasi. Dan saya pun mencobanya. Hasilnya sangat memuaskan. Bibit yang saya terima sangat baik kualitasnya, prosesnya juga cepat. Pembayarannya juga langsung ke rekening perusahaan. Jadi aman dari penipuan,” kata Slamet. 

Lebih jauh, Jatmiko mengatakan pada tahun 2021 ini, PTPN V menargetkan dapat menyediakan dan menjual 1,1 juta bibit sawit unggul melalui aplikasi SRO yang dapat diunduh di Play Store tersebut. Jatmiko mengatakan ide menjual bibit sawit bersertifikat kepada masyarakat muncul diantaranya setelah memperhatikan petani kesulitan membedakan bibit sawit unggul dan ilegitim atau palsu.

“Alhamdulillah responnya bagus. Bibit kita langsung dikejar pembeli. Memang jika salah menanam bibit, resikonya bisa menanggung rugi dalam waktu panjang, setidaknya sampai 25 tahun. Semoga bibit unggul PTPN V dapat ambil bagian dalam program percepatan sawit rakyat yang digalakkan pemerintah,” harap Jatmiko. 

Survey Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menyebutkan para petani sawit masih kerap terjebak dengan keberadaan bibit sawit palsu. Ada sejumlah alasan yang membuat mereka terjebak, diantaranya 37 persen menjadi korban penipuan, 14 persen tergiur harga murah, 20 persen tidak mengetahui cara membeli benih yang legal.

Selain itu, 12 persen di antara petani terjebak penggunaan bibit palsu karena rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi, 10 persen tidak mengetahui lokasi pembelian benih legal, serta 4 persen petani menyatakan akibat jarak tempuh dari lahan sawit ke produsen benih legal yang cukup jauh. (Rls)