HUT Kota Pekanbaru ke-238, Berikut Sejarah Terbentuknya Ibukota Provinsi Riau

HUT Kota Pekanbaru ke-238, Berikut Sejarah Terbentuknya Ibukota Provinsi Riau
Kota Pekanbaru

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Pada 23 Juni 2022, ada satu perayaan penting bagi masyarakat Pekanbaru, yaitu HUT Kota Pekanbaru ke-238.

Pada perayaan HUT Kota Pekanbaru ke-238, alangkah baiknya jika kita menambah wawasan dengan mengenal sejarah dari ibukota Riau ini.

Nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama “Senapelan” yang kala itu dipimpin oleh seorang Kepala Suku yang disebut Batin.

Pekanbaru terus berkembang menjadi kawasan permukiman baru dan berubah menjadi Dusun Payung Sekaki yang terletak di muara Sungai Siak.

Pada 9 April 1689, perjanjian antara Kerajaan Johor dengan Belanda (VOC) telah diperbarui, di mana berisi bahwa Belanda diberi hak yang luas, dengan pembebasan cukai dan monopoli terhadap beberapa jenis barang dagangan

Selain itu, Belanda juga mendirikan Loji di Petapahan, yang pada saat itu merupakan kawasan yang maju dan cukup penting.

Karena kapal Belanda tidak bisa masuk ke Petapahan, maka Senapelan menjadi tempat pemberhentian kapal-kapal Belanda, lalu pelayaran berlanjut dengan perahu-perahu kecil.

Akibat kondisi tersebut, Payung Sekaki atau Senapelan menjadi tempat penumpukan berbagai komoditi perdagangan, baik dari luar untuk diangkut ke pedalaman, atau dari pedalaman untuk dibawa ke luar.

Barang-barangnya berupa bahan tambang, seperti timah, emas, barang kerajinan kayu, dan hasil hutan lainnya.

Payung Sekaki atau Senapelan semakin berkembang, di mana wilayah tersebut memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan.

Letaknya yang strategis, dengan kondisi Sungai Siak yang tenang dan dalam membuat perkampungan ini memiliki posisi silang, baik dari pedalaman Tapung, maupun pedalaman Minangkabau dan Kampar.

Hal itu pula yang membuat sarana jalan darat melalui rute Teratak Buluh (Sungai Kelulut) berkembang. Tangkerang hingga Senapelan, merupakan daerah strategis dan menjadi pintu gerbang perdagangan.

Perkembangan Senapelan sangat erat kaitannya dengan peran penting Kerajaan Siak Sri Indrapura. Semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di Senapelan, ia membangun istana di Kampung Bukit, yang saat ini diperkirakan terletak di lokasi Masjid Raya.

Ia lalu berinisiatif membuat pekan atau pasar di Senapelan, tapi sayang tidak berkembang. Usahanya dilanjutkan oleh putranya, yaitu Raja Muda Muhammad Ali dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, meskipun lokasi pasar bergeser di sekitar Pelabuhan Pekanbaru saat ini.

Akhirnya, berdasarkan catatan yang dibuat oleh Imam Suhil Siak, Senapelan kemudian lebih dikenal dengan nama Pekanbaru, dan resmi didirikan pada 21 Rajab tahun 1204 H, atau bersamaan dengan 23 Juni 1784 M oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, di bawah pemerintahan Sultan Yahya.

Sejak ditinggal oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, kekuasaan Pekanbaru dialihkan kepada Datuk Bandar, yang dibantu oleh 4 orang Datuk besar, yaitu Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Pesisir, dan Datuk Kampar.

Pemerintahan di Kota Pekanbaru semakin berkembang, hingga menjadi Daerah Otonomi sekaligus Kota Praja Pekanbaru berdasarkan Penetapan Gubernur Sumatera di Medan No.103 pada tangga 17 Mei 1956.

Pada tahun 20 Januari 1959, dikeluarkan Surat Keputusan No. Des/52/1/44-25 yang menetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau, sekaligus memperoleh status Kotamadya Daerah Tingkat II.