Ekonomi Melambat Akibat Covid, Berikut Daftar Negara dengan Aktivitas Pabrik Berguguran, Indonesia Apakah Termasuk?
WARTASULUH.COM - Aktivitas pabrik di sejumlah negara di Asia dan dunia 'berguguran' di tengah tekanan ekonomi global dan lonjakan kasus covid yang terjadi belakangan ini. Kondisi itu tercermin dari Indeks Pembelian Manager (PMI) manufaktur.
Lalu di mana saja aktivitas pabrik yang berguguran itu.Ini rinciannya
1. China
Biro Statistik China (NBS) mencatat PMI manufaktur turun dari 50,2 menjadi tinggal 49 pada Juli lalu. Indeks di bawah 50 berarti menunjukkan tidak ada pertumbuhan sama sekali.
Realisasi IPM ini di luar ekspektasi para analis yang disurvei Reuters. Pasalnya, mereka memperkirakan PMI manufaktur China meningkat ke posisi 50,4 pada Juli kemarin.
Analis menyebut penurunan kinerja PMI manufaktur tersebut mengindikasikan kemakmuran ekonomi di China turun.
"Tingkat kemakmuran ekonomi di China telah turun. Fondasi untuk pemulihan membutuhkan konsolidasi," ujar Ahli Statistik Senior NBS Zhao Qinghe, dilansir Senin (1/8/2022)
Salah satu faktor utama yang menurunkan PMI manufaktur China, kata Zhao, industri peleburan minyak, batu bara, dan logam.
Selain itu, pabrik di China bergulat dengan harga bahan baku yang tinggi yang menekan margin keuntungan di tengah kekhawatiran resesi ekonomi global.
Kepala Ekonom sekaligus Kepala Penelitian di Jones Lang Lasalle Ing Bruce Pang menyebut pemulihan ekonomi China berjalan lambat dan rapuh. "Pertumbuhan kuartal ketiga mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar dari yang diharapkan," katanya.
Sementara itu, PMI non-manufaktur pada Juli turun dari 54,7 pada Juni menjadi 53,8. Sedangkan, PMI komposit resmi yang mencakup manufaktur dan jasa turun menjadi 52,5 dari sebelumnya 54,1.
2. Korea Selatan
Korea Selatan (Korsel) juga mencatat penurunan aktivitas pabrik di negaranya. Bahkan, tercatat menjadi yang terendah pertama kalinya dalam dua tahun terakhir.
PMI manufaktur Korsel turun dari 51,3 pada Juni menjadi 49,8 pada Juli. Realisasi di bawah poin 50 tersebut merupakan pertama kalinya sejak September 2020.
Output pabrik-pabrik Korsel turun dalam empat bulan berturut-turut ke tingkat terendahnya sejak Oktober 2021 karena permintaan melemah.
"Produsen Korsel melaporkan bahwa tekanan inflasi yang kuat dan gangguan rantai pasokan yang berkelanjutan telah menghambat produksi dan permintaan di awal kuartal III," ungkap Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti.
"Harga yang lebih tinggi, termasuk bahan bakar minyak, logam, dan semikonduktor mengartikan bahwa gangguan berbasis luas di seluruh sektor manufaktur," lanjutnya.
3. Jepang
Setali tiga uang, Jepang juga mencatat penurunan aktivitas manufaktur karena kenaikan harga dan gangguan pasokan. PMI manufaktur tercatat turun ke posisi 52,1 pada Juli dari 52,7 di Juni.
Menurut Bhatti, pertumbuhan manufaktur Jepang tercatat paling lambat sejak September 2021 lalu dan arus pesanan masuk mengalami kontraksi pertama sejak Februari 2022.
"Tunggakan pekerjaan meningkat yang mengisyaratkan melemahnya output lebih lanjut selama beberapa bulan mendatang," jelasnya.
4. Amerika Serikat
Penurunan kinerja manufaktur juga terjadi di Amerika Serikat. Hasil survei Institute for Supply Management, indeks aktifitas pabrik nasional di negara tersebut turun dari 53 menjadi 52,8 pada Juli lalu.
Meski angka di atas 50 menunjukkan sektor manufaktur di AS masih berkembang, tapi indeks itu merupakan yang terendah sejak Juni 2020. Ekonom menyebut inflasi tinggi menjadi salah satu pemicunya.
Ekonom di Barclays di New York Pooja Sriram mengatakan penurunan kinerja merupakan imbas dari melemahnya permintaan barang yang terjadi akibat lonjakan inflasi.
"Siklus pengisian kembali persediaan pascapandemi mereda di tengah melemahnya permintaan barang-barang konsumen. Ini mengintensifkan risiko pendaratan yang lebih keras di sektor manufaktur akhir tahun ini. Yang mengatakan, PMI keseluruhan masih perlu sedikit menurun untuk mencapai pembacaan yang konsisten dengan resesi ekonomi langsung," katanya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Data terkini S&P Global menunjukkan kondisi operasional seluruh sektor manufaktur Indonesia membaik dalam laju yang lebih kuat selama Juli 2022. Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia di periode tersebut mencapai 51,3 atau naik dari 50,2 di bulan sebelumnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kenaikan PMI manufaktur dalam negeri itu ditopang naiknya permintaan domestik.
"Peningkatan PMI manufaktur pada Juli 2022 dibanding bulan sebelumnya menunjukkan kondisi ekonomi yang semakin stabil serta meningkatnya realisasi komitmen penggunaan produk dalam negeri," katanya seperti dikutip dari website Kementerian Perindustrian.
Sumber :Cnnindonesia